Perubahan Iklim



“….katakanlah dunia secara keseluruhan mungkin bisa beradaptasi hingga kenaikan suhu 2 derajat Celsius (yang itupun masih mengorbankan beberapa spesies, tempat dan orang), bagaimana jika suhu terus meningkat hingga 4 derajat Celcius (dan situasinya sekarang menuju ke tingkat ini), maka semua taruhan tidak berlaku.  Dengan kata lain, kemampuan kita untuk memprediksi berakhir. "

Saleemul Huq, 
climate change expert



Informasi Dasar Perubahan Iklim

Apa itu perubahan Iklim?
Perubahan iklim sebenarnya sangat lekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Meskipun belum tentu semua orang memahami konsep perubahan iklim namun bisa dipastikan bahwa semua orang bersentuhan langsung dengan perubahan iklim. Perkembangan media massa dan kemajuan teknologi komunikasi masa kini semakin memudahkan orang untuk mengakses sumber-sumber berita.

Seluruh kehidupan di muka bumi ini sangat dipengaruhi oleh iklim. Oleh karenanya manusia, binatang, tumbuhan bahkan mahkluk kecil tidak kasat mata bisa bertahan hidup karena menyesuaikan diri dengan iklim, termasuk apabila terjadinya perubahan pada kondisi iklim. Petani di Lembata misalnya tahu kapan saatnya memulai untuk menanam jagung, atau kapan waktu yang tepat untuk menanam padi.
Fenomena yang kurang lebih sama juga bisa kita amati pada beberapa jenis tanaman, dimana untuk menyesuaikan diri dengan datangnya musim kemarau pohon jati atau bunga flamboyan harus menggugurkan daunnya untuk mengurangi penguapan air.

FAQ
Apakah dengan demikian perubahan iklim itu identik dengan pergantian musim hujan dan musim kemarau? Lalu apa bedanya dengan perubahan cuaca? Apakah perubahan iklim sama dengan perubahan cuaca? Agar kita memiliki dasar pemahaman yang sama bagian ini akan membahas tentang pengertian cuaca, iklim, mengapa terjadi perubahan iklim, apa saja dampak perubahan iklim serta aksi-aksi yang bisa dilakukan untuk menyesuaikan terhadap dampak perubahan iklim.


Cuaca
Pernahkah kita menyaksikan acara prakiraan cuaca di sebuah stasiun televisi? Di acara prakiraan cuaca penyiar selalu menginformasikan kondisi kota-kota di Indonesia seperti; Kota Kupang pagi cerah, sore berawan; Jakarta pagi berawan, malam hujan ringan hingga hujan sedang; Jayapura pagi hingga malam hujan ringan; Surabaya pagi hingga malam berawan dan sebagainya. Dalam kehidupan sehari-hari kita pasti mengalami perubahan-perubahan sebagaimana disebutkan di atas. Hujan tiba-tiba berubah dengan cepat menjadi panas atau sebaliknya. Kondisi kota-kota yang berbeda pada saat yang sama sebagaimana disebutkan di atas adalah fenomena cuaca. Perubahan-perubahan di atas sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti temperatur/suhu, cahaya matahari, kelembaban udara, tekanan udara, atau kecepatan angin. Secara sederhana cuaca bisa didefinisikan sebagai keadaan udara/atmosfer yang terjadi pada satu tempat tertentu dalam jangka waktu yang
terbatas/singkat.

Iklim
Iklim adalah kondisi rata-rata suhu, curah hujan, tekanan udara, atau kondisi lainnya dalam jangka waktu yang panjang biasanya 30 tahun atau lebih. Sementara itu pengertian iklim sebagaimana disepakati dalam WCC tahun 1979 menyebutkan sebagai sintesis kejadian cuaca selama kurun waktu yang panjang yang secara statistik cukup dapat dipakai untuk menunjukkan nilai statistik yang berbeda dengan keadaan pada setiapsaatnya (World Climate Conference: 1979). 
Perbedaan antara cuaca dan iklim bisa ditentukan dari perbedaan luas daerah liputan dan lamanya waktu pengamatan. Cuaca dikenal sebagai keadaan udara setempat yang memiliki wilayah cakupan  yang lebih sempit dibandingkan dengan iklim yang meliputi wilayah yang luas. Keadaan cuaca ditentukan dengan pengamatan yang singkat (24 Jam), sementara keadaan iklim ditentukan setelah melalui pengamatan yang lama. 

Macam-Macam Iklim Di Indonesia
Iklim di Indonesia hampir seluruhnya tropis. Suhu bervariasi sedikit dari musim ke musim, dan Indonesia relatif mengalami sedikit perubahan pada panjang siang hari dari satu musim ke musim berikutnya. Hal ini memungkinkan tanaman dapat tumbuh sepanjang tahun. Variabel utama iklim di Indonesia tidak suhu atau tekanan udara, namun curah hujan.

Iklim yang di kenal di Indonesia ada antara lain terdiri dari iklim musim (muson), iklim tropika (iklim panas), dan iklim laut.

1.  Iklim Musim (Iklim Muson)
Iklim Muson terjadi karena pengaruh angin musim yang bertiup berganti arah tiap-tiap setengah tahun sekali. Angin musim di Indonesia terdiri atas Musim Barat Daya dan Angin Musim Timur Laut. 
  • Angin Musim Barat Daya. Angin Musim Barat Daya adalah angin yang bertiup antara bulan Oktober sampai April sifatnya basah. Pada bulan-bulan tersebut, Indonesia mengalami musim penghujan
  • Angin Musim Timur Laut. Angin Musim Timur Laut adalah angin yang bertiup antara bulan April sampai Oktober, sifatnya kering. Akibatnya, pada bulan-bulan tersebut, Indonesia mengalami musim kemarau.
2.  Iklim Tropika (Iklim Panas)
Indonesia terletak di sekitar garis khatulistiwa. Akibatnya, Indonesia termasuk daerah tropika (panas). Keadaan cuaca di Indonesia rata-rata panas mengakibatkan negara Indonesia beriklim tropika (panas), Iklim ini berakibat banyak hujan yang disebut Hujan Naik Tropika. Sebuah iklim tropis adalah iklim yang tropis . Dalam klasifikasi iklim Köppen itu adalah non- kering iklim di mana semua dua belas bulan memiliki temperatur rata-rata di atas 18 ° C (64 ° F). Iklim tropis terletak antara 0° – 231/2° LU/LS dan hampir 40 % dari permukaan bumi.

Ciri-ciri iklim tropis adalah sebagai berikut:
·     Suhu udara rata-rata tinggi, karena matahari selalu vertikal. Umumnya suhu udara antara 20- 23°C. Bahkan di beberapa tempat rata-rata suhu tahunannya mencapai 30°C.
·      Amplitudo suhu rata-rata tahunan kecil. Di katulistiwa antara 1 – 5°C, sedangkan ampitudo hariannya lebih besar.
·      Tekanan udaranya rendah dan perubahannya secara perlahan dan beraturan.
·      Hujan banyak dan lebih banyak dari daerah-daerah lain di dunia

3.  Iklim Laut.
Negara Indonesia adalah negara kepulauan. Sebagian besar tanah daratan Indonesia dikelilingi oleh laut atau samudra. Itulah sebabnya di Indonesia terdapat iklim laut. Sifat iklim ini lembab dan banyak mendatangkan hujan. Iklim laut berada di daerah Tropis dan sub tropis.

Ciri iklim laut di daerah tropis dan sub tropis sampai garis lintang 40°, adalah sebagai berikut:
  1. Suhu rata-rata tahunan rendah,
  2. Amplitudo suhu harian rendah/kecil,
  3. Banyak awan,
  4. Sering hujan lebat disertai badai.   
Ciri-ciri iklim laut di daerah sedang, yaitu sebagai berikut:
  1. Amplituda suhu harian dan tahunan kecil;
  2. Banyak awan;
  3. Banyak hujan di musim dingin dan umumnya hujan rintik-rintik;
  4. Pergantian antara musim panas dan dingin terjadi tidak mendadak dan tiba-tiba.

Unsur iklim yang menarik untuk dikaji di Indonesia adalah curah hujan, karena tidak semua wilayah Indonesia mempunyai pola hujan yang sama. Diantaranya ada yang mempunyai pola munsonal, ekuatorial dan lokal. Pola hujan tersebut dapat diuraikan berdasarkan pola masing-masing.

Distribusi hujan bulanan dengan pola monsun adalah adanya satu kali hujan minimum. Hujan minimum terjadi saat monsun timur sedangkan saat monsun barat terjadi hujan yang berlimpah. Monsun timur terjadi pada bulan Juni, Juli dan Agustus yaitu saat matahari berada di garis balik utara. Oleh karena matahari berada di garis balik utara maka udara di atas benua Asia mengalami pemanasan yang intensif sehingga Asia mengalami tekanan rendah. Berkebalikan dengan kondisi tersebut di belahan selatan tidak mengalami pemanasan intensif sehingga udara di atas benua Australia mengalami tekanan tinggi. Akibat perbedaan tekanan di kedua benua tersebut maka angin bertiup dari tekanan tinggi (Australia) ke tekanan rendah (Asia) yaitu udara bergerak di atas laut yang jaraknya pendek sehingga uap air yang dibawanyapun sedikit.

Keunggulan iklim Muson tropis diantaranya adalah temperatur yang tidak terlalu ekstrem. Dengan kata lain tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin. Disamping itu, iklim Muson tropis juga mengakibatkan terjadinya musim penghujan dan musim kemarau yang senantiasa berganti setiap setengah tahun atau 6 bulan sekali. Keadaan ini menyebabkan masyarakat Indonesia dapat melakukan kegiatan ekonomi sepanjang tahun. Berbeda dengan beberapa negara lain seperti Eropa dan Australia, musim dingin menyebabkan masyarakat kesulitan melaksanakan kegiatan ekonomi. 

Keunggulan masyarakat yang tinggal di daerah beriklim Muson tropis misalnya dapat bekerja sepanjang tahun dan dapat menanam tanaman sepanjang tahun. Sedangkan kekurangan masyarakat yang tinggal di daerah beriklim tropis misalnya ada yang menjadi pemalas karena tidak memiliki tantangan berat. 

Penyebab Perubahan Iklim
Perubahan Iklim dan Beragam Penyebabnya
Perubahan iklim dipahami sebagai proses berubahnya pola dan intensitas unsur iklim pada periode waktu yang dapat dibandingkan, biasanya dalam kurun waktu rata-rata 30 tahun. Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, perubahan iklim didefinisikan sebagai berubahnya iklim yang diakibatkan langsung atau tidak langsung oleh aktifitas manusia sehingga menyebabkan perubahan komposisi atmosfer secara global dan selain itu juga berupa perubahan variabilitas iklim alamiah yang teramati pada kurun
waktu yang dapat dibandingkan. Perubahan iklim dapat diamati dengan adanya perubahan pola, intensitas atau pergeseran paramater utama iklim yang meliputi curah hujan, suhu, kelembaban, angin (magnitude dan arah), tutupan awan dan penguapan. Kita tidak bisa dengan mudah mengamati perubahan iklim, karena hal itu terjadi dalam periode waktu yang cukup lama. Namun, kita mungkin pernah mendengar orang tua atau kakek kita mengatakan bahwa musim panas saat ini lebih panas dibandingkan ketika mereka masih anak-anak atau ketika tumbuh dewasa, atau sebaliknya saat ini lebih panjang musim hujannya dibandingkan saat mereka masih muda. Ilmuwan telah menyelidiki masa lalu bumi dan mengamati iklim saat ini, dan telah menemukan fakta bahwa planet ini mengalami pemanasan cepat.
Jadi, mengapa terjadi perubahan iklim?

Faktor Alam
Pada batas tertentu, iklim kita selalu berubah. Para ilmuwan mengetahui hal ini dengan mempelajari iklim bumi sejak ratusan ribu tahun yang lalu! Mereka melakukan ini dengan mempelajari gas yang terperangkap es di tempat-tempat seperti Greenland dan Antartika, atau sedimen dari bagian bawah laut atau danau. Catatan ini menunjukkan kepada kita bahwa iklim bumi berubah jauh sebelum manusia berkeliaran di planet. Ada zaman es ketika es di kutub membentang sepanjang jalan ke khatulistiwa. Bahkan, lebih dari 400.000 tahun yang lalu, iklim bumi telah bergerak antara periode glasial dingin (zaman es) dan periode interglasial hangat. Saat ini kita dalam periode interglasial.
Jadi apa faktor-faktor yang memengaruhi iklim bumi?
Mari kita pelajari lagi pada bagian selanjutnya.

Energi Matahari
Jumlah radiasi, atau energi matahari yang mencapai bumi memainkan peran besar pada iklim bumi dan jumlahnya berubah sepanjang waktu.

Es Kutub Utara dan Selatan
Es di kutub adalah lapisan es yang sangat luas yang terletak di Kutub Utara maupun kutub Selatan. Bagian yang tertutup es itu bisa memiliki ketebalan tiga hingga empat meter di Kutub Utara dan bahkan lebih tebal di Kutub Selatan (Antartika). Pada dasarnya kutub Utara adalah lautan beku dengan lingkaran Arktik di sekelilingnya berupa daratan. Sedangkan Antartika atau Kutub Selatan terdiri dari banyak sekali gunung – gunung es dan danau hingga lautan. Wilayah Antartika kerap lebih disebut sebagai benua. Jumlah es di kutub selatan diperkirakan merupakan 90 persen jumlah es di planet bumi ini. Kutub Utara maupun Kutub Selatan ini paling sedikit menerima sinar matahari, itulah sebabnya daerah ini selalu membeku.
Benua Antartika jauh lebih dingin daripada Arktik sehingga bahkan terdapat lapisan es di sana yang tidak pernah meleleh sepanjang sejarah. Temperatur rata-ratanya -49 derajat Celcius. Suhu terdingin pernah tercatat pada 21 Juli 1983 sebesar -89,6 derajat Celcius di Stasiun Vostok, dekat kutub geomagnetik selatan. (Kompas, 21 januari 2008).  Sementara suhu pada benua Arktik lebih rendah dengan suhu terdinginnya adalah -34 derajat celcius sehingga lubang ozon yang terbentuk di kutub selatan lebih besar dibandingkan dengan kutub utara. Luas lubang ozon di kutub selatan, Antartika hampir seluas benua Eropa. Kendati demikian, lubang ozon di kutub utara disebutkan semakin membesar dari tahun ke tahun yang diakibatkan oleh adanya perubahan pada lapisan stratosfer.

Kekuatan El Nino dan La Nina
El Nino-Southern Oscillation (ENSO), yang dikenal sebagai ElNino, adalah fenomena alam yang terjadi ketika air di Pasifik dekat Equator menjadi luar biasa hangat dan mengubah hujan dan pola angin di seluruh dunia. Kondisi sebaliknya, disebut La Niña, adalah ketika air di Pasifik menjadi lebih dingin dari biasanya. Kedua El Nino dan La Niña dapat menyebabkan beberapa cuaca yang tidak biasa di dunia, dan fenomena ini adalah bagian alami dari variasi iklim.
Fenomena El Nino menyebabkan curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia berkurang, tingkat berkurangnya curah hujan ini sangat tergantung dari intensitas El Nino tersebut. 
Namun karena posisi geografis Indonesia yang dikenal sebagai benua maritim, maka tidak seluruh wilayah Indonesia dipengaruhi oleh fenomena El Nino. Dampak El Nino di Indonesia yang bisa kita amati adalah terjadinya kemarau panjang. Sebagian besar kejadian-kejadian El-Nino itu, mulai berlangsung pada akhir musim hujan atau awal hingga pertengahan musim kemarau yaitu bulan Mei, Juni dan Juli. El-Nino tahun 1982/1983 dan tahun 1997/1998 adalah dua kejadian El-Nino terhebat yang pernah terjadi di era modern dengan dampak yang dirasakan secara global termasuk di Indonesia.

Di Indonesia, masih jelas dalam ingatan kita, pada tahun 1997 terjadi bencana kekeringan yang luas. Kejadian hampir sama bahkan dengan dampak yang lebih parah terulang kembali di tahun 2015. Pada kejadian El Nino 1997, kasus kebakaran hutan di Indonesia menjadi perhatian internasional karena asapnya menyebar ke negara-negara tetangga. Kebakaran hutan yang melanda banyak kawasan di Pulau Sumatera dan Kalimantan saat itu, memang bukan disebabkan oleh fenomena El-Nino secara langsung. Namun kondisi udara kering dan sedikitnya curah hujan
telah membuat api menjadi mudah berkobar dan merambat dan juga sulit dikendalikan. Di sisi lain, kekeringan dan kemarau panjang juga menyebabkan banyak wilayah sentra pertanian mengalami gagal panen karena distribusi curah hujan yang tidak memenuhi kebutuhan tanaman.

Sementara dampak El Nino 2015 menyebabkan kemarau panjang di sejumlah wilayah di Indonesia khususnya di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Setidaknya kekeringan telah melanda 16 provinsi di 102 kabupaten/kota dan 721 kecamatan di Indonesia hingga akhir Juli 2015. Lahan pertanian seluas 111 ribu hektar juga mengalami kekeringan. Kejadian ini juga menyebabkan terjadi defisit air sekitar 20 milyar meter kubik (BNPB, 2015).

Pusat prakiraan iklim Amerika (Climate Prediction Center) mencatat bahwa sejak tahun 1950, telah terjadi setidaknya 22 kali fenomena El-Nino, 6 kejadian di antaranya berlangsung dengan intensitas kuat yaitu 1957/1958, 1965/1966, 1972/1973, 1982/1983, 1987/1988 dan 1997/1998. Intensitas El-Nino secara
numerik ditentukan berdasarkan besarnya penyimpangan suhu permukaan laut di Samudra Pasifik equator bagian tengah. Jika menghangat lebih dari 1.5°C, maka El-Nino dikategorikan kuat. Berkebalikan dengan El-Nino, fenomena La-Nina justru menyebabkan semakin meningkatnya curah hujan di Indonesia.

El-Nino & La-Nina 
El-Nino, dalam bahasa Spanyol artinya “anak lelaki”, sedangkan La-Nina artinya “anak perempuan”. Menurut sejarahnya para nelayan Peru dan Ekuador yang tinggal di pantai sekitar Samudera Pasifik bagian timur melihat fenomena meningkatnya suhu permukaan laut yang biasanya dingin (sekitar bulan Desember). Fenomena ini mengakibatkan perairan yang tadinya subur dan kaya akan ikan menjadi berkurang. Di kemudian hari para ahli juga menemukan bahwa selain fenomena menghangatnya suhu permukaan laut, terjadi pula fenomena sebaliknya yaitu mendinginnya suhu permukaan laut akibat menguatnya upwelling. 
Kebalikan dari fenomena ini selanjutnya diberi nama La-Nina, Fenomena ini memiliki periode 2-7 tahun. Ketika La-Nina datang, wilayah Indonesia akan berubah menjadi daerah bertekanan rendah (minimum) dan semua angin di sekitar Pasifik Selatan dan Samudra Hindia akan bergerak menuju Indonesia. Angin tersebut banyak membawa uap air sehingga sering terjadi hujan lebat. Penduduk Indonesia diminta untuk waspada jika terjadi La-Nina karena mungkin bisa terjadi banjir. Sejak kemerdekaan di Indonesia, telah terjadi 8 kali La-Nina, yaitu tahun 1950, 1955, 1970, 1973, 1975, 1988, 1995 dan 1999.

Efek Rumah Kaca
Istilah efek rumah kaca diambil dari rumah kaca yang biasa dipakai untuk kegiatan berkebun dan bercocok tanam, yang terbuat dari kaca atau plastik yang memerangkap panas dari matahari di dalam, sehingga lebih hangat daripada di luar.  Hal ini memungkinkan kita untuk menanam jenis tanaman yang memerlukan kondisi lebih hangat (misalnya tanaman tomat).  Gas rumah kaca seperti karbon dioksida (disingkat CO2) di atmosfer bumi memiliki efek yang sama sebagai rumah kaca. Gas-gas ini memantulkan beberapa energi kembali ke bumi dan mencegahnya untuk lepas kembali keluar angkasa. Sebenarnya, Efek rumah kaca inilah yang menyebabkan suhu rata-rata bumi kita menjadi hangat dan nyaman berkisar pada 15 ° Celcius (59 derajat Fahrenheit). Tanpa itu, bumi akan memiliki suhu rata-rata sekitar -19° C (sangat dingin!) dan akan  menyebabkan suhu ekstrim sedemikian rupa sehingga tidak bisa mendukung kehidupan. Namun demikian, dalam perkembangannya, aktifitas manusia menyebabkan suhu bumi semakin ‘panas’. 

Bacaan lebih lanjut tentang El-Nino dan La-Nina untuk Guru dan Peserta Didik: 
http://www.bmkg.go.id/BMKG_Pusat/Publikasi/Artikel/Sejarah_Dampak_El_Nino_di_Indonesia.bmkg#ixzz47pQfHbPz
http://geografiuntukmu.blogspot.co.id/2011/04/apa-itu-el-nino-dan-lanina-serta-apa.html


Gambar 1: Proses terjadinya efek rumah kaca

Jenis-jenis gas rumah kaca dan sumbernya
Berdasarkan panduan IPCC 1996 yang telah direvisi, yang dikategorikan sebagai gas rumah kaca adalah CO2, metana (CH4), dinitrogen oksida (N2O), hidrofluorokarbon (HFC, merupakan kelompok gas), perfluorokarbon (PFC, merupakan kelompok gas), dan sulfur heksafluorida (SF6). Gas-gas inilah yang juga menjadi acuan pada Protokol Kyoto (1997). Gas rumah kaca lain yang terdapat pada panduan IPCC 2006 adalah nitrogen trifluorida (NF3), trifluorometil sulfur pentafluorida (SF5CF3), eter terhalogenasi, dan halokarbon lain.
Dalam troposfer terdapat gas-gas rumah kaca yang menyebabkan efek rumah kaca dan pemanasan global. Gas Rumah Kaca dapat terbentuk secara alami maupun sebagai akibat pencemaran. Gas Rumah Kaca yang berada di atmosfer (troposfer) dihasilkan dari berbagai kegiatan manusia terutama yang berhubungan dengan pembakaran bahan bakar fosil (minyak, gas, dan batubara) seperti pada pembangkit tenaga listrik, kendaraan bermotor, AC, komputer, memasak. Selain itu, Gas Rumah Kaca juga dihasilkan dari pembakaran dan penggundulan hutan, dan perubahan pemanfaatan lahan, seperti pertanian, pemukiman, industri, dan peternakan.

Gas Rumah Kaca yang dihasilkan dari kegiatan tersebut, seperti H2O (uap air), CO2 (karbon dioksida), O3 (ozon), CH4 (metana), N2O (dinitrogen oksida), CFC (cholorofluorokarbon : CFC R-11 dan CFC R-12), dan gas lainnya seperti HFCS, PFCS, dan SF6 .

Uap Air (H20)
Uap air adalah gas rumah kaca yang timbul secara alami dan bertanggungjawab terhadap sebagian besar dari efek rumah kaca. Konsentrasi uap air berfluktuasi secara regional, dan aktifitas manusia secara langsung memengaruhi konsentrasi uap air kecuali pada skala lokal. Dalam model iklim, meningkatnya temperatur atmosfer yang disebabkan efek rumah kaca akibat gas-gas antropogenik (akibat aktifitas manusia) akan menyebabkan meningkatnya kandungan uap air di troposfer, dengan kelembapan relatif yang agak konstan. Meningkatnya konsentrasi uap air mengakibatkan meningkatnya efek rumah kaca; yang mengakibatkan meningkatnya temperatur; dan kembali semakin meningkatkan jumlah uap air di atmosfer. Keadaan ini terus berlanjut sampai mencapai titik ekuilibrium (kesetimbangan). Oleh karena itu, uap air berperan sebagai umpan balik positif terhadap aksi yang dilakukan manusia yang melepaskan gas-gas rumah kaca seperti CO2. Perubahan dalam
jumlah uap air di udara juga berakibat secara tidak langsung melalui terbentuknya awan.

Karbondioksida (CO2)
Manusia telah meningkatkan jumlah karbondioksida yang dilepas ke atmosfer ketika mereka membakar bahan bakar fosil, limbah padat, dan kayu untuk menghangatkan bangunan, menggerakkan kendaraan dan menghasilkan listrik. Pada saat yang sama, jumlah pepohonan yang mampu menyerap karbondioksida semakin berkurang akibat perambahan hutan untuk diambil kayunya maupun untuk perluasan lahan pertanian.
Walaupun lautan dan proses alam lainnya mampu mengurangi karbondioksida di atmosfer, aktifitas manusia yang melepaskan karbondioksida ke udara jauh lebih cepat dari kemampuan alam untuk menguranginya. Pada tahun 1750, terdapat 281 molekul karbondioksida pada satu juta molekul udara (281 ppm). Pada Januari 2007, konsentrasi karbondioksida telah mencapai 383 ppm (peningkatan 36 persen). Pada tahun 2013, satelit NOAA di Hawai mencatat konsentrasi karbondioksida mencapai 400 ppm. IPCC telah memperingatkan, jikalau melebihi 450 ppm, dikhawatirkan peningkatan suhu rata-rata bumi mencapai 2°C. Padahal masyarakat global saat ini berusaha untuk menghindari kenaikan temperatur melebihi 1.5°C. Jika prediksi saat
ini benar, pada tahun 2100, karbondioksida akan mencapai konsentrasi 540 hingga 970 ppm. Estimasi yang lebih tinggi malah memperkirakan bahwa konsentrasinya akan meningkat tiga kali lipat bila dibandingkan masa sebelum revolusi industri.

Metana (CH4)
Metana yang merupakan komponen utama gas alam juga termasuk gas rumah kaca. Ia merupakan insulator yang efektif, mampu menangkap panas 20 kali lebih banyak bila dibandingkan karbondioksida. Metana dilepaskan selama produksi dan transportasi batu bara, gas alam, dan minyak bumi. Metana juga dihasilkan dari pembusukan limbah organik di tempat pembuangan sampah (landfill), bahkan dapat dikeluarkan oleh hewan-hewan tertentu, terutama sapi, sebagai produk samping dari pencernaan. Sejak permulaan revolusi industri pada pertengahan 1700-an, jumlah metana di atmosfer telah meningkat satu setengah kali lipat.

Nitrogen Oksida (N20)
Nitrogen oksida adalah gas insulator panas yang sangat kuat. Ia dihasilkan terutama dari pembakaran bahan bakar fosil dan oleh lahan pertanian. Nitrogen oksida dapat menangkap panas 300 kali lebih besar dari karbondioksida. Konsentrasi gas ini telah
meningkat 16 persen bila dibandingkan masa pre-industri.

Gas lainnya
Gas rumah kaca lainnya dihasilkan dari berbagai proses manufaktur. Campuran berflourinasi dihasilkan dari peleburan alumunium. Hidrofluorokarbon (HCFC-22) terbentuk selama manufaktur berbagai produk, termasuk busa untuk insulasi, perabotan (furniture), dan tempat duduk di kendaraan. Lemari pendingin di beberapa negara berkembang masih menggunakan klorofluorokarbon (CFC) sebagai media pendingin yang selain mampu menahan panas atmosfer juga mengurangi lapisan ozon (lapisan yang melindungi bumi dari radiasi ultraviolet). Selama masa abad ke-20, gas-gas ini telah terakumulasi di atmosfer, tetapi sejak 1995, untuk mengikuti peraturan yang ditetapkan dalam Protokol Montreal tentang substansi-substansi yang menipiskan lapisan Ozon, konsentrasi gas-gas ini mulai makin sedikit dilepas ke udara. 
Para ilmuwan telah lama mengkhawatirkan tentang gas-gas yang dihasilkan dari proses manufaktur akan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Pada tahun 2000, para ilmuwan mengidentifikasi bahan baru yang meningkat secara substansial di atmosfer. Bahan tersebut adalah trifluorometil sulfur pentafluorida. Konsentrasi gas ini di atmosfer meningkat dengan sangat cepat, yang walaupun masih tergolong langka di atmosfer tetapi gas ini mampu menangkap panas jauh lebih besar dari gas-gas rumah kaca yang telah dikenal sebelumnya. Hingga saat ini sumber industri penghasil gas ini masih belum teridentifikasi.

Gunung berapi
Benarkah letusan gunung berapi merupakan salah satu penyebab utama pemanasan global?. Letusan gunung berapi menyemburkan aliran lahar panas 700-1200 ° C (1292-2192 ° F), selain itu sebenarnya gunung berapi juga melepaskan sejumlah besar gas dan partikel ke dalam atmosfer, yang dapat mengubah jumlah radiasi matahari mencapai permukaan bumi sehingga menyebabkan pendinginan planet ini. Sebagai contoh, ketika Gunung Pinatubo di Filipina meletus pada tanggal 15 Juni 1991, meluncurkan sekitar 20 juta ton sulfur dioksida tinggi ke atmosfer. Sulfur dioksida menciptakan partikel awan besar yang menutupi bumi dan bertahan di lapisan atmosfer selama dua tahun. Akibatnya sinar matahari terpantul ke angkasa, dan menghalanginya mencapai permukaan tanah. Hal ini menyebabkan pendinginan global sementara. Peristiwa serupa juga terjadi sebelumnya ketika Gunung Tambora meletus di bulan April 1815. Selain merenggut nyawa tidak kurang dari 92.000 jiwa, letusan Gunung Tambora juga menyebabkan tahun tanpa musim panas di Amerika Utara dan daratan Eropa di tahun 1816. Ini terjadi akibat debu letusan Tambora menimbulkan perubahan iklim drastic sehingga banyak panen gagal dan kematian ternak di belahan bumi bagian utara dan menyebabkan kelaparan terburuk pada
abad ke-19.

Bacaan lebih lanjut tentang Gas Rumah Kaca Untuk Guru serta Peserta Didik:
https://id.wikipedia.org/wiki/Gas_rumah_kaca


Faktor Manusia

Revolusi Industri
Sepanjang sejarahnya, aktifitas manusia telah menyebabkan dampak terhadap lingkungan mereka dan makhluk lain di planet ini. Hal ini terutama ketika manusia mulai membuat permukiman dan mengembangkan kota, menyebabkan perubahan besar dalam lanskap, seperti aktifitas penebangan hutan, pembangunan permukiman dan jalan, menggunakan lahan bercocok tanam dan pada akhirnya menyebabkan binatang punah. 
Manusia mulai menimbulkan dampak besar terhadap atmosfer sejak beberapa ratus tahun yang lalu, selama Revolusi Industri di Benua Eropa antara tahun 1760 dan 1850. Orang-orang mulai membakar bahan bakar fosil dalam jumlah besar (seperti minyak bumi, batubara dan gas alam) dan terjadi perubahan besar dalam mengelola lahan pertanian. 
Hal ini menyebabkan pelepasan sejumlah besar gas rumah kaca ke atmosfer. Karena penduduk dunia dan ekonomi terus bertumbuh, maka semakin besar gas rumah kaca yang dilepaskan ke atmosfer. Mari kita lihat aktifitas manusia yang memiliki dampak terbesar saat ini.

Bacaan lebih lanjut tentang Gunung Berapi untuk Guru serta Peserta Didik:
http://ete.cet.edu/gcc/?/volcanoes_teacherpage
https://id.wikipedia.org/wiki/Gunung_Tambora

Produksi Listrik
Sekitar 65 persen dari listrik yang dihasilkan di dunia adalah melalui turbin uap berbahan bakar fosil. Misalnya, listrik yang dihasilkan melalui pembakaran bahan bakar fosil menyumbang 40 persen dari semua emisi karbon dioksida di Amerika Serikat. Manusia menggunakan listrik untuk berbagai kegiatan sehari-hari mereka, jadi bagaimana memastikan energi listrik kita menjadi “bersih” adalah hal yang sangat penting.  

Transportasi
Penggunaan bahan bakar minyak (BBM) untuk menjalankan mobil, truk dan metode lain transportasi (seperti pesawat terbang) adalah salah satu penyebab utama pemanasan global. Sekitar 20 persen dari energi yang digunakan di seluruh dunia digunakan untuk transportasi (Sumber: Informasi Energi AS Administrasi 2011). Orang bepergian lebih banyak dan lebih memilih naik pesawat terbang atau mobil pribadi ketimbang menggunakan transportasi seperti kereta api, bus, feri dan terutama sepeda. Selain itu, karena dunia semakin mengglobal, bahkan lebih banyak produk dan barang (biji-bijian, plastik, tekstil dan lain-lain)

Apakah bahan bakar fosil itu?
Bahan bakar fosil terbentuk karena sisa-sisa tanaman dan hewan yang terbentuk jutaan tahun yang lalu, membusuk dan akhirnya berubah menjadi sumber daya energi. Tiga bentuk utama bahan bakar fosil adalah batu bara, minyak bumi dan gas alam. Ketika dibakar, bahan bakar fosil melepaskan energi tetapi pada saat yang sama juga melepaskan gas-gas rumah kaca dan bahan lainnya ke udara.  

Peternakan dan perubahan iklim
Untuk memelihara ternak memerlukan sejumlah besar energi, air dan makanan. Hewan ternak seperti sapi, domba dan kambing memproduksi banyak gas. Hewan-hewan pemamah biak ini, memiliki perut khusus untuk fermentasi dan mencerna makanannya dengan lebih baik melalui bantuan bakteri. Sayangnya, proses ini juga menghasilkan banyak metana, dan pupuk binatang pemamah biak ini juga mengandung sejumlah besar metana. 
Secara keseluruhan, emisi metana dari ternak diperkirakan setara dengan 2,2 miliar ton CO2, jika dihitung sekitar 35 persen produksi metana yang dihasilkan manusia 80 persen diantaranya disumbang oleh metana produksi pertanian (Sumber:FAO). Para ilmuwan sedang mempelajari bagaimana mengubah diet binatang pemamah biak sehingga mereka menghasilkan lebih sedikit metana, dan beberapa petani menemukan cara untuk mendaur ulang kotoran sapi dan menggunakan metana untuk kebutuhan pertanian mereka. Tentu yang harus diingat adalah pilihan yang Anda makan akan memengaruhi hewan mana yang akan punah pertama kali di planet ini.   

Penggundulan hutan
Hutan memainkan peran penting dalam menghadapi perubahan iklim karena hutan mengambil dan menyimpan sejumlah besar karbon (di batang, cabang, daun dan akar) dengan menyerap karbon dioksida dari atmosfer dalam proses yang disebut fotosintesis (lihat boks). Satu pohon yang sehat bisa menyimpan hingga 30 ton karbon. Amazon Rainforest di Brazil atau hutan Congolian mewakili penyedia cadangan karbon terbesar di dunia. 

Hutan juga memainkan peran besar dalam mengatur iklim lokal dimana hutan itu  tumbuh karena hutan mampu menyerap air dari tanah dan kemudian melepaskan kembali ke atmosfer sebagai uap air melalui proses yang disebut dengan transpirasi. Air kemudian menggabungkan dengan uap air dari sumber lain di atmosfer dan akhirnya jatuh kembali ke bumi sebagai "curah hujan". Hal ini membantu suhu tetap dingin. Demikian juga halnya, naungan pohon mendinginkan udara sekitarnya dan tanah, yang pada akhirnya membantu suhu bumi dingin secara keseluruhan (karena energi panas diubah menjadi energi kimia selama proses fotosintesis).
Namun, selama berabad-abad, hutan telah mengalami deforestasi, khususnya akibat penebangan ilegal, terdegradasi atau dibakar oleh manusia untuk sejumlah alasan, termasuk pembukaan lahan untuk pertanian dan produksi peternakan, jalan, kota, pertambangan skala besar, serta untuk mengekstraksi kayu sebagai bahan bangunan dan kayu bakar. Deforestasi karenanya tidak hanya menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati, habitat dan jasa iklim setempat, tetapi juga melepaskan sejumlah besar karbon dioksida dan gas rumah kaca (GRK) lainnya ke atmosfer.


Tahukah Anda?
Tiap menit, Indonesia kehilangan hutan seluas tiga kali luas lapangan bola.

Hutan Indonesia berkurang secara drastis. Dalam kurun waktu 2009-2013, Indonesia kehilangan hutan seluas 4,6 juta hektar atau seluas Provinsi Sumatera Barat, tujuh kali luas Provinsi DKI Jakarta. Hutan Indonesia yang tersisa kini 82 juta hektar.
Masing-masing 19,4 juta hektar di Papua, 26,6 juta hektar di Kalimantan, 11,4 juta hektar di Sumatera, 8,9 juta hektar di Sulawesi, 4,3 juta hektar di Maluku, serta 1,1 juta hektar di Bali dan Nusa Tenggara. (Forest Watch Indonesia, 2014).

Pertambangan
Seperti telah disebutkan, pertambangan dapat menyebabkan banyak masalah lingkungan dan berkontribusi terhadap perubahan iklim melalui deforestasi. Pertambangan minyak bumi dan batu bara juga memungkinkan gas metana lepas dari bumi. Diperkirakan hingga 8 persen emisi metana berasal dari tambang batu bara dan minyak bumi.

Kamu di rumah
Pikirkan cara bagaimana kamu menggunakan energi di rumah. Kamu mungkin akan mendapati daftar yang sangat panjang. Energi yang dikonsumsi oleh rumah tangga mewakili 18 persen dari total energi dunia (sumber: US Energy Information Administration 2011). 
Manusia mengunakan energi untuk penerangan, memasak, pemanas, pendingin dan menjalankan berbagai peralatan elektronik seperti televisi, mesin cuci, pemanas air, dan sebagainya. Jumlah energi yang digunakan di rumah biasanya tergantung dari ukuran dan jumlah dari peralatan yang dimiliki. Namun, seberapa baik rumah terisolasi, bagaimana efisiensi energi peralatan, atau bagaimana Kamu cermat kapan harus menggunakan atau mematikan peralatan akan sangat memengaruhi berapa banyak energi yang Kamu gunakan. 
Kita akan belajar lebih lanjut tentang hal ini dalam bagian selanjutnya. Banyak masyarakat di dunia tidak memiliki akses listrik dan karena itu menggunakan kayu atau biomassa untuk memasak dan pemanas. Sumber energi apa yang Kamu gunakan di rumah saat ini? 


Dampak Perubahan Iklim
Dampak perubahan iklim saat ini bukan hanya dirasakan di Indonesia saja tetapi juga dirasakan oleh penduduk di berbagai belahan bumi lainnya. Tentu saja tingkat dampak di masing-masing wilayah berbeda-beda karena dipengaruhi oleh berbagai faktor terutama dalam hal ini terkait dengan kemampuan manusianya dalam mengelola kerentanan iklim yang ada. 
Indikator utama perubahan iklim terdiri dari perubahan dan pola intensitas berbagai parameter iklim antara lain suhu, curah hujan, kelembaban, angin, tutupan awan dan penguapan (evaporasi). Gejala perubahan iklim ditingkat global bisa diamati dari beberapa hal berikut: 

(1) Perubahan dalam siklus hidrologi dan cuaca ekstrim;
Kenaikan temperatur telah mempercepat siklus hidrologi, atmosfer yang lebih hangat akan menyimpan lebih banyak uap air, sehingga menjadi kurang stabil dan menghasilkan lebih banyak presipitasi, terutama dalam bentuk hujan lebat. Panas yang lebih besar juga mempercepat proses evaporasi. Dampak dari perubahan-perubahan tersebut dalam siklus air adalah menurunnya kuantitas dan kualitas air bersih di dunia. Sementara itu, pola angin dan jejak badai juga akan berubah. Intensitas siklon tropis akan semakin meningkat (namun tidak berpengaruh terhadap frekuensi siklon tropis), dengan kecepatan angin maksimum yang bertambah dan hujan yang semakin lebat. 

(2) Meningkatnya Risiko Kesehatan; Kondisi iklim yang mulai berubah sangat berpengaruh terhadap perkembangnya vektor penyebab penyakit di suatu daerah. Hal ini akan diperkuat dengan melemahnya daya tahan tubuh manusia. Bukti ilmiah yang diperoleh hingga saat ini banyak menunjukkan bahwa variabilitas dan perubahan iklim dapat berpengaruh terhadap epidemiologi penyakit yang ditularkan oleh vector (vector-borne disease), air (water-borne disease), dan udara (air-borne disease). Peningkatan potensi banjir akibat peningkatan peluang kejadian hujan ekstrem, sebagai salah satu konsekuensi dari perubahan iklim, dapat meningkatkan potensi kejadian penyakit diare di suatu wilayah. Selain itu, pada daerah kering perubahan iklim memiliki potensi menyebabkan kebakaran lahan dan hutan, sehingga asap yang ditimbulkan dapat memperburuk kualitas udara. Akibatnya, potensi gangguan kesehatan terkait dengan kualitas udara, seperti infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dan iritasi pada mata, juga akan meningkat.

(3) Kenaikan Muka Laut; Permukaan laut telah mengalami kenaikan setinggi 120 meter sejak puncak zaman es 18.000 tahun yang lalu. Kenaikan tertinggi muka air laut terjadi sebelum 6.000 tahun yang lalu. Sejak 3.000 tahun yang lalu hingga awal abad ke19, muka air laut hampir tetap hanya bertambah 0,1 hingga 0,2 mm/tahun. Sejak tahun 1900, permukaan laut naik 1 hingga 3 mm/tahun. Sejak tahun 1992 satelit altimetri TOPEX/Poseidon mengindikasikan laju kenaikan muka laut sebesar 3 mm/tahun. Perubahan ini bisa jadi merupakan pertanda awal dari efek pemanasan global terhadap kenaikan muka air laut. Pemanasan global diperkirakan memberikan pengaruh yang signifikan pada kenaikan muka air laut pada abad ke-20 ini. (sumber; Wikipedia).
Kenaikan muka air laut memiliki kelembaban besar dan akan terus berlangsung selama berabad-abad. Lautan juga akan mengalami kenaikan temperatur yang berpengaruh terhadap kehidupan bawah laut. Selama empat dekade terakhir, sebagai contoh, plankton di Atlantik Utara telah bermigrasi ke arah kutub sebanyak 9 derajat lintang. Selain itu juga, lautan mengalami proses pengasaman seiring dengan diserapnya lebih banyak karbondioksida. Hal ini akan menyebabkan batu karang (coral), keong laut dan spesies lainnya kehilangan kemampuan untuk membentuk cangkang atau kerangka. Khusus untuk batu karang, semakin hangatnya temperatur air laut berakibat pemutihan (bleaching) pada batu karang yang pada akhirnya mengakibatkan matinya batu karang tersebut. Matinya batu karang menyebabkan hilangnya sumber protein bagi ikan-ikan di laut. 
Baca lebih lanjut :
https://id.wikipedia.org/wiki/Kenaikan_permukaan_laut

(4) Memengaruhi kekayaan keanekaragaman hayati; 
Musnahnya berbagai jenis keanekaragaman hayati yang juga disebabkan oleh kejadian hujan badai yang meningkat frekuensi dan intensitasnya, angin topan, dan banjir; meningkatnya jumlah tanah kering yang potensial menjadi gurun karena kekeringan yang
berkepanjangan; meningkatnya frekuensi kebakaran hutan; daerah-daerah tertentu menjadi padat dan sesak karena terjadi arus pengungsian. Beberapa fakta kehilangan keanekaragaman hayati antara lain :

  • Populasi penguin Antartika menurun lebih dari 90% sejak 1975 akibat hilangnya es lautan.
  • Kijang karibu Arktik mengalami penurunan tajam karena kelaparan akibat perubahan iklim saat pencairan awal dan pembekuan membuat tumbuhan makanannya tidak bisa dijangkau.
  • Mirip dengan tahun 2007 dan 2009, pada bulan September 2010 sepuluh ribu anjing laut menuju pesisir yang merupakan perilaku tidak normal, akibat kurangnya es di lautan, tempat mereka biasanya beristirahat. 
  • Burung yang bermigrasi nyaris mati akibat perjalanan yang tidak tepat waktu membuat mereka tidak mendapat persediaan makanan yang cukup saat mereka tiba di tempat tujuan dan/atau tempat-tempat seperti lahan basah pun mengering sehingga tidak lagi menyediakan habitat bagi mereka. Komunitas dengan tingkat ekonomi rendah akan menjadi yang paling rentan terhadap dampak dari perubahan iklim, sebab kelompok ini tidak mempunyai kemampuan untuk melakukan usaha mencegah dan mengatasi dampak dari perubahan iklim. Beberapa komunitas yang paling rentan adalah buruh tani, suku-suku asli dan orang-orang yang tinggal di tepi pantai. Beberapa fakta saat ini menunjukkan bahwa kekurangan pangan terjadi negara-negara yang rentan terhadap perubahan iklim dan masih berkembang
  • Setengah dari populasi dunia akan menghadapi kekurangan makanan yang serius dalam abad ini. (University of Washington researchers, in Science, 2009) 
  • Panen sudah dipersulit oleh kekeringan atau banjir di Rusia, Jerman, Kanada, Argentina, Australia, Ukraina, Pakistan, dan lainlain.
  • Harga makanan naik 5% secara global pada bulan Agustus 2010. Di Mozambik, reaksi kerusuhan karena kenaikan harga roti menyebabkan 9 kematian dan 300 luka-luka. 
  • Harga makanan tinggi yang memicu kerusuhan mematikan di seluruh dunia pada tahun 2009 adalah akibat kombinasi dari perubahan iklim dan meningkatnya permintaan untuk makanan ternak dari populasi di India dan China. (UN World Food Program)
  • Jumlah orang yang masih menderita kelaparan melebihi 1 miliar untuk pertama kalinya pada tahun 2009.
  • Lebih dari 9 juta orang meninggal di seluruh dunia setiap tahunnya karena kelaparan dan kekurangan makanan. Lima juta adalah anak-anak.
  • Menurut Badan Pangan Dunia (FAO) menyebutkan bahwa hampir 970 juta orang menderita kekurangan gizi kronis pada 2010-2012, sebagian besar terjadi di Asia Selatan, Asia Timur, dan Subsahara Afrika. Jumlah orang kelaparan di dunia juga masih tinggi, dimana satu dari delapan orang di dunia menderita kelaparan.
Bagaimana dengan perubahan iklim di Indonesia? Apakah gejala yang sama juga terjadi di Indonesia? Ada empat indikator yang bisa menjelaskan gejala perubahan iklim di Indonesia, sebagaimana dijelaskan oleh Edwin, A dkk (2011), yaitu: 

(1) Perubahan suhu daratan, menggambarkan perubahan situasi lokal yang meliputi suhu maksimum, suhu minimum, dan suhu rata-rata baik harianmaupun bulanan. Pengamatan yang dilakukan menunjukkan bahwa di Indonesia terjadi perubahan suhu udara di beberapa tempat yang diamati antara lain di Padang, Jakarta, Cilacap, Biak, Jayapura mengalami kenaikan suhu minimum sementara di Sibolga, Manado, Ambon, Wamena dll mengalami penurunan. Khusus di Jakarta selama kurun waktu pengamatan dari tahun 1956-2001, suhu udara rata-rata mengalami peningkatan sebesar 0.07 0C pertahun.
(2) Peningkatan curah hujan esktrim, perubahan iklim merupakan perubahan energi dan siklus air yang menyebabkan terjadinya pola curah hujan berubah ekstrim (melebihi ambang batas statistik) yang disebabkan oleh fenomena cuaca seperti banjir, kekeringan, berkurangnya jumlah hari hujan, serta penambahan periode hari hujan secara berturut-turut.
(3) Maju mundurnya musim; di Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris, informasi yang paling penting bagi pertanian adalah informasi awal datangnya musim kemarau dan musim hujan. Pengamatan yang dilakukan oleh BMKG di beberapa wilayah Sumatera, Jawa dan Sulawesi Selatan selama 30 tahun (1971-2000) dan periode 2001-2009 telah terjadi pergeseran musim, misalkan awal musim kemarau di Jawa Barat mengalami pergeseran maju
(lebih cepat datang) sekitar 20 hari dibanding 30 tahun lalu.
(4) Perubahan jumlah volume hujan; informasi akumulasi curah hujan harian, bulanan dan tahunan menjadi catatan penting yang menunjukkan potensi kapasitas sumber daya air tercurah, informasi ini penting untuk pengelolaan sumber daya air jangka panjang. Secara global, hasil kajian IPCC (2007) menunjukkan bahwa sejak tahun 1950 tercatat adanya 12 tahun terpanas berdasarkan data temperatur permukaan global. Sebelas dari duabealas tahun
terpanas tersebut terjadi dalam waktu 12 tahun terakhir ini. Kenaikan temperatur total dari tahun 1950-1999 sampai dengan tahun 2001-2005 adalah 0,76Ëš. Permukaan air laut rata-rata global telah meningkat dengan laju rata-rata 1.9 mm per-tahun dalam rentang waktu antara tahun 1961-2003.

Kenaikan total permukaan air laut yang berhasil dicatat pada abad ke20 diperkirakan 0,17 m. Laporan IPCC juga menyatakan bahwa kegiatan manusia ikut berperan dalam pemanasan global sejak pertengahan abad ke20. Pemanasan global akan terus meningkat dengan percepatan yang lebih tinggi pada abad ke-21 apabila tidak ada upaya menanggulanginya.

Dampak perubahan iklim secara garis besar dikelompokkan menjadi dua yaitu
1). dampak terhadap ekosistem alam dan keanekaragaman hayati dan
2). dampak terhadap kesehatan manusia dan ekonomi.

Dampak perubahan iklim yang terjadi di Indonesia meliputi hal-hal sebagai berikut:
(1) Dampak terhadap sektor pertanian, diperkirakan produktivitas pertanian di daerah tropis akan mengalami penurunan bila terjadi kenaikan suhu rata-rata global antara 1-2oC sehingga meningkatkan risiko bencana kelaparan. 
Meningkatnya frekuensi kekeringan dan banjir diperkirakan akan memberikan dampak negatif pada produksi lokal, terutama pada sektor penyediaan pangan di daerah subtropis dan tropis. Terjadinya perubahan musim di mana musim kemarau menjadi lebih panjang sehingga menyebabkan gagal panen, krisis air bersih dan kebakaran hutan. Terjadinya pergeseran musim dan perubahan pola hujan, akibatnya Indonesia harus mengimpor beras. Pada tahun 1991, Indonesia mengimpor sebesar 600 ribu ton beras dan tahun 1994 jumlah beras yang diimpor lebih dari satu juta ton (KLH, 1999). Dampak El Nino 2015 telah menyebabkan sebagian besar wilayah di Nusa Tenggara Timur mengalami kekeringan. Dari 23 kabupaten/kota yang ada, 20 diantaranya mengalami kekeringan dan meliputi 270 desa. Ke-20 kabupaten itu adalah Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Belu, Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat, Sumba Barat Daya, Manggarai, Manggarai Barat, Manggarai Timur, Nagekeo, Ngada, Sikka, Ende, Flores Timur, Lembata, Alor, Rote Ndao dan Sabu Raijua (BPBD NTT; 2015). 
Dampak lebih jauh akibat kemarau panjang ini daerah-daerah tersebut mengalami gagal panen sehingga menyebabkan kasus kelaparan dan banyak anak mengalami gizi buruk. Tercatat 1.918 anak mengalami gizi buruk selama lima bulan pertama tahun 2015, 11 di antaranya meninggal dunia (Dinas Kesehatan Provinsi NTT; 2015).

(2) Dampak terhadap pesisir dan pulau-pulau kecil.
Naiknya  permukaan laut akan menggenangi wilayah pesisir sehingga akan menghancurkan tambak-tambak ikan dan udang di Jawa, Aceh, Kalimantan dan Sulawesi (UNDP, 2007). Akibat pemanasan global pada tahun 2050 akan mendegradasi 99 persen terumbu karang dan 50% biota laut. Gejala ini sebetulnya sudah terjadi di kawasan Delta Mahakam Kalimantan Timur, apabila suhu air laut naik 1,50C setiap tahunnya sampai 2050 akan memusnahkan 99% terumbu karang. 
Di Indonesia kita tak akan lagi menikmati lobster, cumi-cumi dan rajungan. Di Maluku, nelayan amat sulit memperkirakan waktu dan lokasi yang sesuai untuk menangkap ikan karena pola iklim yang berubah. Kenaikan temperatur menyebabkan es dan gletser di Kutub Utara dan Selatan mencair. Peristiwa ini menyebabkan terjadinya pemuaian massa air laut dan kenaikan permukaan air laut. Hal ini membawa banyak perubahan bagi kehidupan di bawah laut, seperti pemutihan terumbu karang dan punahnya berbagai jenis ikan. Sehingga akan menurunkan produksi tambak ikan dan udang serta mengancam kehidupan masyarakat pesisir pantai. Kenaikan muka air laut juga akan merusak ekosistem hutan bakau, serta merubah sifat biofisik dan biokimia di zona pesisir.

(3) Dampak terhadap sumber daya air, 
di daerah subtropis dan daerah tropis yang kering, air akan berkurang sebanyak 9% -30% sehingga daerah-daerah yang sekarang sering mengalami kekeringan akan semakin parah kondisinya. Perubahan pola curah hujan juga menurunkan ketersediaan air untuk irigasi dan sumber air bersih. 
Di pulau Lombok dan Sumbawa antara tahun 1995 dan tahun 2006, jumlah titik air menurun dari 590 menjadi hanya 190 titik. Sementara itu, kepulauan ini juga mengalami “jeda musim‟-kekeringan panjang selama musim penghujan – yang kini menjadi makin sering, menimbulkan gagal panen. Di seluruh negeri, kini makin banyak saja sungai yang makin dangkal seperti Sungai Ular (Sumatra Utara), Tondano (Sulawesi Utara), Citarum (Jawa Barat), Brantas (Jawa Timur), Ciliwung-Katulampa (Jawa Barat), BaritoMuara Teweh (Kalimantan Tengah), serta Larona-Warau(Sulawesi Selatan).
Di wilayah pesisir, berkurangnya air tanah disertai kenaikan muka air laut juga telah memicu intrusi air laut ke daratan – mencemari sumber-sumber air untuk keperluan air bersih dan irigasi. 

(4) Dampak terhadap kesehatan. Saat ini sudah mulai dirasakan bahwa beberapa penyakit yang disebabkan oleh nyamuk frekuensinya semakin meningkat, seperti penyakit demam berdarah, malaria. Masyarakat yang memiliki tingkat adaptasi rendah semakin rentan terhadap diare, gizi buruk, serta berubahnya pola distribusi penyakit-penyakit yang ditularkan melalui berbagai serangga dan hewan. Faktor iklim berpengaruh terhadap risiko penularan penyakit tular vektor seperti demam berdarah dengue (DBD) dan malaria. Semakin tinggi curah hujan, kasus DBD akan meningkat. Suhu berhubungan negatif dengan kasus DBD, karena itu peningkatan suhu udara per minggu akan menurunkan kasus DBD. Penderita alergi dan asma akan meningkat secara signifikan. 
Gelombang panas yang melanda Eropa tahun 2005 meningkatkan angka "heat stroke" (serangan panas kuat) yang mematikan, infeksi salmonela, dan "hay fever" (demam akibat alergi rumput kering). 
Studi terbaru yang dirilis biomedcentral.com, memperkirakan bahwa 3,6 miliar orang berisiko, dengan lebih dari 230 juta orang infeksi, jutaan kasus demam berdarah, lebih dari 2 juta kasus dengan penyakit berat, dan 21.000 kematian. Sebuah peningkatan 30 kali lipat dalam jumlah kasus demam berdarah selama 50 tahun terakhir telah direkam dengan hampir 119 negara endemis dengue. Terkait penyebaran penyakit demam berdarah dan malaria, berdasarkan artikel dari indonesian-publichealth.com, disebutkan bahwa pemanasan global mengakibatkan siklus perkawinan dan pertumbuhan nyamuk dari telur menjadi larva dan nyamuk dewasa akan dipersingkat, sehingga jumlah populasi akan cepat sekali naik. Udara panas dan lembab, paling cocok untuk nyamuk malaria (Anopheles), dan nyamuk demam berdarah (Aedes aegypti). Dulu, jenis kedua nyamuk penebar maut ini lebih sering muncul di musim pancaroba, transisi antara musim hujan dan kemarau.
Dari 90% desa di Provinsi NTT hampir seluruhnya merupakan wilayah endemis malaria. Wilayah ini adalah desa-desa terpencil dengan kondisi lingkungan yang tidak baik, sarana transportasi dan komunikasi yang sulit, akses pelayanan kesehatan kurang, tingkat pendidikan dan sosial ekonomi masyarakat yang rendah, serta buruknya perilaku masyarakat terhadap kebiasaan hidup sehat. Tahun 2012 kasus malaria positif tertinggi di Kabupaten Lembata sebanyak 22.083 kasus, sedangkan kasus terendah di Kota Kupang sebanyak 284 kasus.
Selain malaria, pada tahun 2012, terjadi KLB demam berdarah (DBD) sebanyak 1.542 kasus, dengan kasus tertinggi di Kota Kupang jumlah kasus sebanyak 890 kasus. Angka kematian tertinggi di Kota Kupang yaitu sebanyak 8 orang (CFR 0,9%), menyusul Kab. Belu 3 orang meninggal, Kab. Ngada dan Sumba Timur masing-masing 1 orang meninggal. Selain malaria dan demam berdarah, Fliariasis (kaki gajah) juga masih tergolong tinggi terutama di Sumba Barat Daya (313 kasus) dan Kabupaten Rote Dao (94 kasus). Pada tahun 2011 penderita penyakit filariasis
sebanyak 4.684 kasus, menurun menjadi 501 kasus di tahun 2012.

(5) Dampak terhadap Ekosistem Perubahan iklim membuat perubahan besar dalam ekosistem, seperti perubahan siklus hidup tumbuhan dan hewan, dan peningkatan level permukaan laut. Perubahan iklim menggeser waktu vegetasi berbunga serta migrasi hewan. Peristiwa-peristiwa secara tidak langsung memengaruhi siklus hidup tumbuhan dan hewan, dan pada akhirnya, memengaruhi kelangsungan ekosistem. Kenaikan suhu rata-rata global sebesar 1,5oC-2,5oC kemungkinan menyebabkan punahnya 20% - 30% spesies tanaman dan hewan.
Meningkatnya tingkat keasaman laut karena bertambahnya Karbondioksida di atmosfer diperkirakan akan membawa dampak negatif pada organisme-organisme laut seperti terumbu karang serta spesies-spesies yang hidupnya bergantung pada organisme tersebut. Dampak lainnya yaitu hilangnya berbagai jenis flora dan fauna khususnya di Indonesia yang memiliki aneka ragam jenis seperti pemutihan karang seluas 30% atau sebanyak 90-95% karang mati di Kepulauan Seribu akibat naiknya suhu air laut. (Sumber: WWF Indonesia). 

(6) Dampak terhadap Lingkungan, dampak perubahan iklim akan diperparah oleh masalah lingkungan, kependudukan, dan kemiskinan. Karena lingkungan rusak, alam akan lebih rapuh terhadap perubahan iklim. Dampak terhadap penataan ruang dapat terjadi antara lain apabila penyimpangan iklim berupa curah hujan yang cukup tinggi, memicu terjadinya gerakan tanah (longsor) yang berpotensi menimbulkan bencana alam, berupa : banjir dan tanah longsor. Dengan kata lain daerah rawan bencana menjadi perhatian perencanaan dalam mengalokasikan pemanfaatan ruang.
Ancaman bencana akibat perubahan iklim di masa yang akan datang dampaknya juga akan terus terjadi baik di Kabupaten Lembata maupun Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) dengan skala yang berbeda-beda. Menurut hasil penelitian yang dilakukan ITB-Plan International (2012), bencana yang paling sering terjadi di Kabupaten Lembata adalah tanah longsor, kekeringan, abrasi dan angin kencang. Bencana kekeringan adalah yang paling berpengaruh terhadap penduduk Lembata terutama dalam hal keamanan pangan, dan masalah air bersih.
Kondisi yang hampir sama juga mengancam Kabupaten Timor Tengah Utara dimana banjir dan tanah longsor juga menjadi ancaman nyata selain ancaman kekeringan yang berdampak terhadap ketahanan pangan dan krisis air bersih.

(7) Dampak pada infrastruktur dan permukiman, kenaikan muka air laut antara 9 hingga 30 centimeter juga akan berdampak parah pada kota-kota pesisir seperti Jakarta, Semarang, Samarinda dan Surabaya yang akan makin rentan terhadap banjir dan limpasan badai. Masalah ini sudah menjadi makin parah di Jakarta karena bersamaan dengan kenaikan muka air laut, permukaan tanah turun: pendirian bangunan bertingkat dan meningkatnya pengurasan air tanah telah menyebabkan tanah turun. Namun Jakarta memang sudah secara rutin dilanda banjir besar, pada awal Februari 2007 banjir di Jakarta menewaskan 57 orang dan memaksa 422.300 meninggalkan rumah, yang 1.500 buah di antaranya rusak atau hanyut. Total kerugian ditaksir sekitar 695 juta dolar. Genangan air berhari-hari juga menyebabkan jalan beraspal menjadi lebih cepat rusak dan ini artinya harus ada tambahan biaya yang hilang tiap tahunnya.

Solusi Perubahan Iklim;

“Mitigasi”

Pada bagian sebelumnya kita telah belajar tentang iklim yang telah berubah dan hal itu menimbulkan efek yang merusak terhadap manusia, spesies-spesies lain dan terhadap lingkungan dimana kita bergantung kepadanya. Sebagaimana kita lihat kegiatan manusialah terutama yang harus dipersalahkan karena tiap tahun kita menghasilkan jutaan ton karbon dioksida yang terlepas ke atmosfer. Semakin besar gas rumah kaca yang kita keluarkan semakin besar perubahan iklim yang terjadi di masa yang akan datang. Karena itu untuk membatasi perubahan iklim dan menekan pemanasan global, mensyaratkan pengurangan emisi gas rumah kaca secara terus menerus dan lebih ambisius (jauh lebih besar dalam menurunkan angka emisinya). Inilah yang kita sebut dengan mitigasi perubahan iklim.
United Nations Conference on Climate Change (UNFCCC) mendefiniskan Mitigasi perubahan iklim sebagai upaya stabilisasi konsentrasi Gas rumah kaca (GRK) dalam atmosfer pada tingkat yang akan mencegah campur tangan manusia (antropegenik) yang berbahaya terhadap sistem iklim, tingkat tersebut harus dicapai dalam kerangka waktu yang memadai sehingga ekosistem dapat melakukan adaptasi secara alami terhadap perubahan iklim untuk memastikan bahwa produksi makanan tidak terancam dan pembangunan ekonomi dapat berjalan secara berkelanjutan (Pasal 2 UNFCCC).

Secara sederhana mitigasi perubahan iklim bisa dimaknai sebagai seluruh tindakan yang dapat dilakukan untuk mengurangi gas rumah kaca di atmosfer
Contoh mitigasi antara lain pembangkit listrik dengan emisi gas rumah kaca yang lebih sedikit, atau pengurangan kebutuhan listrik, mengganti sumber energi terbarukan, menciptakan peralatan efisiensi energi, melakukan daur ulang, menyediakan lebih banyak jalur sepeda dan pejalan kaki, memperbaiki praktek-praktek pengelolaan hutan, ataupun mengubah gaya hidup konsumtif.
Semua itu bisa menjadi sangat rumit sebagaimana sebuah perencanaan kota baru atau justru sederhana semudah mencabut peralatan elektronik. Aksi-aksi bisa dilakukan mulai tingkat lokal hingga internasional seperti menciptakan perjanjian dan kesepakatan internasional untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.
Namun, secara umum, baik individu, masyarakat dan bahkan bangsa lebih memilih orang lain untuk melakukan pekerjaan mitigasi, selama kita masih bisa menikmati manfaat dari upaya mereka. Masalahnya adalah bahwa jika semua orang ingin "tumpangan gratis", tidak ada yang akan melakukan pekerjaan itu, dan kita tidak akan mampu menghentikan atau membalikkan perubahan iklim! Ini adalah apa yang dikenal sebagai masalah aksi kolektif, dan perubahan iklim adalah contoh utama. Perubahan Iklim memengaruhi seluruh planet dan, seperti telah kita lihat, mereka yang menerima dampak teruburuk adalah orang-orang yang memberikan kontribusi sedikit terhadap perubahan iklim, jadi mari kita bekerja sama untuk memecahkan masalah.

Empat strategi utama mitigasi
(1) Eliminasi berarti menghindari penggunaan alat-alat penghasil emisi gas rumah kaca. Tindakan ini memberikan penghematan biaya yang besar dan dapat langsung
dirasakan. Contoh: Mematikan lampu saat tidak digunakan; mematikan A/C saat tidak ada orang di dalam ruangan.

(2) Pengurangan dapat dilakukan dengan mengganti peralatan lama dan/atau mengoptimalkan struktur yang sudah ada. Tindakan mitigasi seperti ini sangat efektif dan dapat diintegrasikan ke dalam bisnis sehari-hari dengan usaha minimum. Contoh: Memasukkan efisiensi energi ke dalam pengambilan keputusan investasi dan dalam pengelolaan usaha juga dalam kehidupan sehari-hari, Upaya mitigasi dengan efisiensi energi misalnya:
 Merawat dan membersihkan AC secara teratur agar transfer panas lancar dan menghemat energi
 Mengganti bohlam lampu pijar dengan lampu LED yang lebih hemat energi
 Mematikan kipas angin dan AC saat meninggalkan ruangan
 Memberikan insulasi pada kamar dan tetap menutup jendela ketika AC sedang dinyalakan. 

(3) Subtitusi biasanya mempunyai implikasi biaya investasi yang tinggi. Namun demikian, potensi penurunan emisi melalui subtitusi sangatlah tinggi. Contoh: Penggunaan energi terbarukan untuk memenuhi kebutuhan listrik dan/atau pemanas. Beberapa contoh mitigasi melalui
pemanfaatan energi terbarukan sebagai berikut:
Energi terbarukan
Contoh penerapan
Energi matahari
Alat pengumpul panas matahari yang dipasang di atap untuk memanaskan air (sistem panas matahari)
Energi angin

Turbin berukuran kecil sebagai pembangkit listrik tenaga angin
Energi air
Roda air yang dipasang di sungai sebagai
pembangkit listrik
Energi bio
Pembakaran biogas dari limbah untuk
memanaskan air
Energi panas bumi
Pembangkit listrik tenaga panas bumi


(4) Offsett adalah metode berbiaya rendah namun mempunyai manfaat yang cukup besar. Walaupun demikian, metode ini sulit dilaksanakan dalam skala kecil. Contoh: Reforestasi yaitu upaya menghutankan kembali lahan bukan hutan.

Aksi-aksi Mitigasi
Ragam aksi mitigasi perubahan iklim

UNFCCC menyebutkan beberapa upaya mitigasi dengan teknologi dan praktek yang tersedia saat ini antara lain: Ragam Aksi Penjelasan
Pasokan energi
Peningkatan pasokan dan distribusi energi, peralihan bahan bakar batu bara ke gas, panas dan listrik dengan energi terbaharukan seperti dengan tenaga matahari, tenaga air, angin dan bio energi.
Transportasi Penggunaan dan pengembangan kendaraan lebih hemat bahan bakar, perubahan dari sistem transportasi menggunakan jalan ke arah pemakaian rel, serta sistem transportasi masal. Transportasi tak bermotor (sepeda).
Bangunan  
Pembuatan bangunan yang hemat energi, efisiensi penggunaan energi listrik dimana siang hari tidak perlu menggunakan listrik, pengembangan dan penggunaan bahan baku alat pemanas dan pendingin yang efisien, serta sistem isolasi dalam rumah untuk empat musim yang hemat energi, dll.
Industri
Peralatan elektronik konsumen yang lebih efisien, pengendalian gas emisi, penerapan teknologi yang lebih efisien terhadap bahan bakar fosil dan rendah emisi.
Pertanian
Peningkatan pengelolaan lahan pertanian dan peternakan, pengelolaan kotoran ternak untuk mengurangi gas methana, pengembangan dan pengelolaan tanaman penghasil energi (biodisel), sistem pertanian yang rendah emisi methana salah satunya dengan sistem pertanian organik.
Kehutanan
Aforestasi (Aforestasi adalah penghutanan pada lahan yang selama 50 tahun atau lebih bukan merupakan hutan), reforestasi (penghutanan pada lahan yang sejak tanggal 31 Desember 1999 bukan merupakan hutan). dan penerapan sistem
pengelolaan hutan berkelanjutan (sustainable forest management), penggunaan produk hutan sebagai bahan bakar energi fosil.
Limbah
Pembuatan kompos dari limbah organik, pemulihan gas methana di tempat pembuangan akhir, daur ulang, minimalisasi limbah.

Efisensi energi

Efisiensi energi di rumah
Ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk menghemat listrik dalam kehidupan sehari-hari di rumah. Secara garis besar ada tiga tips yang harus dijalankan oleh semua orang yaitu:
1. Menyambung daya listrik dari PLN sesuai dengan kebutuhan. Rumah tangga kecil misalnya, cukup dengan daya 450 VA atau 900 VA, rumah tangga sedang cukup dengan daya 900 VA hingga 1300 VA.
2. Memilih peralatan rumah tangga yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan
3. Membentuk perilaku anggota rumah tangga yang berhemat energi listrik, seperti : menyalakan alat-alat listrik hanya pada saat diperlukan; mencabut kabel charger yang tidak digunakan;Menggunakan tenaga listrik untuk menambah pendapatan rumah tangga (produktif); dan menggunakan alat-alat listrik secara bergantian. Tidak kalah penting adalah kita harus mengetahui cara-cara penggunaan peralatan listrik rumah tangga untuk menghemat pemakaian energi listrik: 
1. Lemari Es/Kulkas
• Memilih lemari es dengan ukuran/kapasitas yang sesuai
• Membuka pintu lemari es seperlunya, dan pada kondisi tertentu dijaga agar dapat tertutup rapat.
• Membersihkan kondensor (terletak di belakang lemari es) secara teratur.
• Mengatur suhu lemari es sesuai kebutuhan (tidak terlalu rendah), oleh karena semakin rendah atau dingin, semakin banyak konsumsi energi listrik.
• Mematikan lemari es bila tidak digunakan dalam jangka waktu yang lama.

2. Setrika Listrik
• Mengatur tingkat panas yang diperlukan sesuai dengan bahan pakaian yang akan disetrika.
• Mematikan setrika segera sesudah selesai menyetrika atau bila akan ditinggalkan untuk mengerjakan yang lain.

3. Televisi, Radio, Tape Recorder
• Mematikan televisi, radio, tape recorder, serta peralatan audio visual lainnya bila tidak ditonton atau tidak didengarkan.

4. Pompa Air
• Menggunakan tangki penampung air dan menyalakan pompa air hanya bila air di dalam tangki hampir habis, atau menggunakan sistem kontrol otomatis.
• Akan lebih baik bila menggunakan pelampung pemutus arus otomatik, yang akan memutus arus listrik ke pompa air bila air sudah penuh.
• Memilih jenis pompa air sesuai dengan kebutuhan dan yang memilki tingkat efisiensi yang tinggi. 

5. Kipas Angin
• Membuka ventilasi/jendela rumah untuk memperlancar udara ke dalam rumah.
• Menghidupkan kipas angin seperlunya dan mematikan bila tidak perlu lagi

6. Pengatur Suhu Udara (AC)
• Memilih AC hemat energi dan daya yang sesuai dengan besarnya ruangan.
• Matikan AC bila ruangan tidak digunakan.

7. Mesin Cuci
  Memilih mesin cuci dengan kapasitas sesuai dengan jumlah cucian
• Memakai mesin cuci dengan kapasitasnya. Bila melebihi kapasitas, dapat menambah beban pemakaian tenaga listrik.
• Alat pengering sebaiknya hanya digunakan pada saat mendung atau hujan, bila hari cerah dijemur saja.

8. Penanak Nasi (Rice Cooker)
• Memilih rice cooker dengan kapasitas yang sesuai dengan kebutuhan.
• Meletakkan rice cooker dengan posisi tegak sehingga alat pemutus aliran listrik akan bekerja baik.
• Memeriksa selalu alat pemutus aliran listrik otomatis. Bila alat ini rusak, listrik akan terus mengalir ke elemen pemanas meskipun nasi telah matang. 

9. Penghisap Debu (Vacuum Cleaner)
• Memilih vacuum cleaner sesuai dengan kebutuhan dan dengan daya secukupnya.
• Menggunakan vacuum cleaner untuk pekerjaan yang cukup berat, bila untuk pekerjaan ringan/kecil gunakan saja sapu dan alat pembersih lainnya.
• Mematikan segera vacuum cleaner apabila motor menjadi panas atau terjadi perubahan suara motor, kemungkinan terjadi sesuatu yang mengganggu kerja vacuum cleaner. 

10. Lampu Penerangan
• Menggunakan lampu hemat energi
• Menggunakan ballast elektronik dan memasang kondensator pada jenis lampu TL/Neon.
• Menghidupkan lampu hanya pada saat diperlukan saja, dan matikan lampu bila tidak diperlukan lagi.

Energi hijau
Sebagaimana telah kita lihat dalam bagian sebelumnya, banyak dari masyarakat kita bergantung pada bahan bakar fosil sebagai energi untuk melakukan berbagai aktifitas kita sehari-hari. Seperti yang telah kita pelajari, kita harus lebih efisien, membuang lebih sedikit dan menggunakan lebih sedikit energi dalam kegiatan
sehari-hari. Namun, kita juga harus mempertimbangkan apakah bisa beralih ke sumber daya energi terbarukan, yang jauh lebih baik untuk lingkungan, tidak akan habis dan tidak berkontribusi terhadap emisi gas rumah kaca. Bahkan, memastikan bahwa setiap orang memiliki akses lebih ke air bersih dan energi yang lebih efisien telah menjadi salah satu prioritas dunia yang paling penting. Karena alasan ini PBB telah menyatakan 2014-2024 sebagai Dekade Energi Berkelanjutan untuk Semua (lihat: www.se4all.org) dan energi adalah salah satu tujuan pembangunan berkelanjutan baru (SDGs). Mari kita lihat beberapa contoh sumber energi
terbarukan di bawah ini.

Biofuel dan Bioetanol
Biofuel adalah istilah umum yang mengacu pada biodiesel atau etanol, dan menunjukkan bahan bakar tersebut terbuat dari sumber biologis. Biodiesel mengacu pada biofuel diesel yang setara dengan diesel tradisional tetapi terbuat dari bahan biologis terbarukan seperti minyak nabati, lemak hewan atau dari biomassa lain seperti ganggang. Pemanfaatan Biofuel untuk menggantikan atau mencampur dengan bahan bakar diesel. Sementara Bioetanol yang umumnya berasal dari tanaman tebu dan jagung, yang dimanfaatkan untuk menggantikan bahan bakar bensin.

Biomassa
Untuk menghasilkan energi bisa digunakan berbagai macam bahan bakar, contohnya adalah tanaman dengan potensi produksi energi yang tinggi seperti jagung dan kedelai, serbuk gergaji, kotoran ternak, limbah padat perkotaan. Dengan demikian, mengingat situasi dewasa ini, mungkin telah tiba saatnya bagi kita untuk kembali memanfaatkan energi biomassa yang telah dilengkapi dengan pengetahuan dan kearifan yang kita asah selama berabad-abad dalam hal produksi energi, dan mulai menggunakan lagi apa yang selama ini kita anggap sebagai limbah untuk mengubahnya menjadi energi yang berguna.

Energi angin
Angin merupakan sumber energi hijau dan terbarukan. Energi angin dapat dimanfaatkan dengan mengubah energi kinetik udara menjadi listrik. Banyaknya listrik yang kita dapatkan tergantung pada kecepatan angin rata-rata di daerah kita. Dan pada akhirnya, meski kita harus membeli turbin angin dengan harga tinggi, turbin angin bisa membantu kita untuk berhemat. Sekitar 194.400 MW energi dihasilkan oleh turbin angin di seluruh dunia. Negara-negara Eropa memanfaatkan energi angin lebih banyak dibandingkan dengan bagian lain di dunia.

Energi Geothermal
Energi geothermal merupakan sumber energi terbarukan berupa energi thermal (panas) yang dihasilkan dan disimpan di dalam inti bumi. Energi geothermal merupakan sumber energi bersih bila dibandingkan dengan bahan bakar fosil karena sumur geothermal melepaskan sangat sedikit gas rumah kaca yang terperangkap jauh di dalam inti bumi, ini dapat diabaikan bila dibandingkan dengan jumlah gas rumah kaca yang dilepaskan oleh pembakaran bahan bakar fosil.

Energi surya
Energi dari sinar matahari tidak terbatas dan dapat dikonversi ke listrik menggunakan panel photovoltaic atau teknologi lainnya. Matahari juga dapat digunakan untuk memanaskan air untuk pemanasan rumah dan keran air panas. Manfaat utama dari sistem energi surya adalah bahwa mereka tidak menghasilkan polutan atau karbon dioksida.

Tenaga air
Tenaga Air sampai hari ini merupakan sumber energi hijau terbarukan nomor satu di dunia dalam hal output daya. Tenaga Air juga merupakan sumber energi terbarukan pertama untuk produksi listrik. PLTA pertama dibangun di Air Terjun Niagara, Kanada, pada tahun 1879 dan pada tahun 1882.

Energi laut
Energi laut merupakan energi yang dihasilkan dari samudera dan laut, dan tentu saja merupakan sumber energi hijau terbarukan karena metode dan teknologi yang digunakan untuk menangkap tenaga gelombang dan pasang surut tidak menghasilkan emisi CO2.
Energi ini selanjutnya dibagi menjadi 4 kategori dengan dua kategori utama: Energi Gelombang Laut dan Energi Pasang Surut. 

Daur ulang sampah
Daur ulang adalah proses untuk menjadikan suatu bahan bekas menjadi bahan baru dengan tujuan mencegah adanya sampah yang sebenarnya dapat menjadi sesuatu yang berguna, mengurangi penggunaan bahan baku yang baru, mengurangi
penggunaan energi, mengurangi polusi, kerusakan lahan, dan emisi gas rumah kaca jika dibandingkan dengan proses pembuatan barang baru. Daur ulang adalah salah satu strategi pengelolaan sampah padat yang terdiri atas kegiatan pemilahan, pengumpulan, pemprosesan, pendistribusian dan pembuatan produk/material bekas pakai, dan komponen utama dalam manajemen sampah modern dan bagian ketiga dalam proses hierarki sampah 4R (Reduce, Reuse, Recycle, and Replace).

Material yang bisa didaur ulang terdiri dari sampah kaca, plastik, kertas, logam, tekstil, dan barang elektronik. Meskipun mirip, proses pembuatan kompos yang umumnya menggunakan sampah biomassa yang bisa didegradasi oleh alam, tidak dikategorikan sebagai proses daur ulang. Daur ulang lebih difokuskan kepada
sampah yang tidak bisa didegradasi oleh alam secara alami demi pengurangan kerusakan lahan.

Pada pemahaman yang terbatas, proses daur ulang harus menghasilkan barang yang mirip dengan barang aslinya dengan material yang sama, contohnya kertas bekas harus menjadi kertas dengan kualitas yang sama, atau busa polistirena bekas harus
menjadi polistirena dengan kualitas yang sama. Seringkali, hal ini sulit dilakukan karena lebih mahal dibandingkan dengan proses pembuatan dengan bahan yang baru. Jadi, daur ulang adalah penggunaan kembali material menjadi produk yang
berbeda. Bentuk lain dari daur ulang adalah ekstraksi material berharga dari sampah, seperti emas dari prosesor komputer, timah hitam dari baterai, atau ekstraksi material yang berbahaya bagi
lingkungan, seperti merkuri.

Secara garis besar, daur ulang adalah proses pengumpulan sampah, penyortiran, pembersihan, dan pemrosesan material baru untuk proses produksi.
                                                    
Solusi Perubahan Iklim;
Adaptasi”

Perubahan iklim sudah terjadi dan menimbulkan berbagai dampak negatif dan perubahan akan terus terjadi. Oleh karena itu kita harus melakukan persiapan menghadapi perubahan itu dan melakukan aksi-aksi untuk mengurangi dampak atau gangguan yang ditimbulkannya. Ada dua cara untuk mengatasi berbagai dampak yang ditimbulkan oleh perubahan iklim di berbagai sektor sebagaimana disebutkan di atas yaitu dengan cara mengurangi jumlah emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan adaptif manusia. Dua cara pemecahan masalah ini kemudian dikenal dengan mitigasi dan adaptasi.

Adaptasi
Secara sederhana, adaptasi perubahan iklim (API) bisa didefinisikan sebagai penyesuaian dalam sistem alam atau sistem buatan manusia untuk menjawab rangsangan atau pengaruh iklim, baik yang bersifat aktual ataupun perkiraan, dengan tujuan menekan dan mengontrol bahaya yang ditimbulkan, namun di sisi lain mampu mengambil manfaat. Adaptasi dapat juga didefinisikan sebagai usaha alam atau manusia menyesuaikan diri untuk mengurangi dampak perubahan iklim yang sudah atau mungkin terjadi.
Ada empat bentuk adaptasi yang saat ini dikenal dan diimplementasikan di berbagai negara baik pada skala rumah tangga maupun skala nasional. 
1). Adaptasi antisipatif - Perubahan yang dibuat sebelum dampak perubahan iklim terjadi (pencegahan). Contoh adaptasi antisipatif bisa dilakukan seorang petani yang memutuskan untuk menanam jenis tanaman yang membutuhkan sedikit air. Hal ini
dilakukan karena mereka mengetahui bahwa iklim kemungkinan lebih kering di masa depan.
2). Adaptasi reaktif - Tindakan yang diambil setelah suatu peristiwa terjadi (seperti obat), misalnya petani membeli teknologi irigasi baru karena ia tidak lagi mampu bercocok tanam atau gagal panen karena kekeringan.
3). Adaptasi Spontan – Adaptasi ini terjadi untuk merespon perubahan di lingkungan (sistem alam) atau pasar atau kesejahteraan (sistem manusia) misalnya petani yang mengubah waktu tanam karena musim diperkirakan akan berubah.
4). Adaptasi Terencana – Didasarkan pada kesadaran yang dimiliki berubah atau yang mungkin terjadi, sebuah keputusan dibuat atas tindakan apa yang akan diambil untuk mengembalikan, mempertahankan atau mencapai situasi yang diinginkan. Sebuah adaptasi terencana mungkin berupa sebuah perubahan peraturangedung untuk memastikan bahwa gedung baru nantinya akan sesuai dengan wilayah yang beriklim panas.

Siapa dan apa yang  harus dilakukan untuk adaptasi?

Negara
Hal ini penting untuk memahami apakah adaptasi memiliki makna yang berbeda bagi orang dan masyarakat di seluruh dunia. Di negara-negara maju, adaptasi umumnya berarti mempertahankan standar hidup dan gaya hidup yang ada saat ini.
Namun di negara-negara berkembang, adaptasi mungkin berarti perbaikan dari kondisi saat ini yang mungkin sangat miskin, kearah negara yang dicita-citakan dan berkelanjutan. Di beberapa negara adaptasi bisa berarti orang meninggalkan rumah mereka dan pindah ke negara lain sebagai akibat dari meningkatnya muka air laut. Tuvalu, sebuah kawasan di Pasifik Barat, akan memindahkan orang-orangnya ke Selandia Baru jika permukaan air laut terus mengalami kenaikan. Implikasi ekonomi dan budaya perpindahan penduduk semacam ini sangat signifikan dan memiliki
konsekuensi global.

Individu
Orang berbeda di dalam suatu masyarakat yang sama mungkin memiliki perbedaan harapan dan tujuan atas adaptasi. Sebagai contoh, rumah-rumah di sepanjang garis pantai timur Inggris terancam oleh erosi pantai, gelombang badai dan kenaikan permukaan laut. Untuk orang-orang yang tinggal di rumah mereka, melindungi garis pantai adalah adaptasi penting. Namun, bagi para pembuat kebijakan dan perencana dengan sumber daya yang serba terbatas, perlindungan terhadap sejumlah kecil kepemilikan properti bukanlah prioritas utama dan pendekatan yang mereka
pilih biasanya lebih fokus pada relokasi.

Adaptasi sudah dilakukan namun berjalan lamban
Sebetulnya manusia terus-menerus beradaptasi terhadap perubahan kondisi. Produsen pertanian adalah contoh yang sangat baik, karena mereka terus-menerus beradaptasi dengan perubahan cuaca, politik, ekonomi dan kondisi sosial.
Banyak masyarakat tradisional memiliki strategi untuk mengatasi berbagai variasi iklim. Namun, perubahan iklim mungkin terjadi jauh lebih cepat daripada kemampuan
mereka untuk mengatasinya, atau dapat menyebabkan perubahan yang tidak mereka alami di masa lalu.

Tahukah Anda?
Hidup selaras dengan alam, masyarakat adat mampu mengamati perubahan tersamar pada tumbuhan dan binatang yang berada sekitar mereka yang menyampaikan informasi berguna tentang iklim, sehingga mereka dapat mengambil langkah-langkah adaptif yang sesuai. Pengetahuan masyarakat untuk membaca tanda-tanda perubahan musim dari perilaku binatang dan tanaman tersebut
merupakan salah satu bentuk kearifan lokal. Misalnya, di Swaziland, banjir dapat diprediksi dari ketinggian sarang burung di dekat sungai.  Sejumlah ngengat di sisi lain dapat memprediksi kekeringan. Posisi matahari dan jeritan burung tertentu di
pohon dekat sungai mungkin menjadi penanda untuk memprediksi awal musim hujan untuk pertanian. Kehadiran dari spesies tumbuhan tertentu (misalnya, Ascolepis capensis) menunjukkan tabel air rendah.
Bagaimana dengan kearifan lokal masyarakat Nusa Tenggara Timur yang sebagian besar hidup sebagai petani dan nelayan, apakah mereka juga memiliki kearifan lokal seperti penduduk Swaziland? Salah satu bentuk kearifan lokal yang dimiliki masyarakat NTT khususnya di Kabupaten Kupang adalah kemampuan mereka membaca tanda akan dimulainya musim hujan. Mereka percaya bahwa penampakan dan suara beberapa jenis burung seperti burung Toltiu, burung Bolbolo, burung Sesnael sebagai penanda datangnya musim hujan. Demikian juga munculnya aneklit hijau atau riang-riang di malam hari dan ular hijau banyak bermunculan di jalan-jalan sebagai tanda hujan segera tiba. Sebaliknya, musim hujan dipercaya akan segera berakhir bila masyarakat mulai melihat aneklit kecoklatan di pohon-pohon mulai
mengeluarkan suara nyaring bersaut-sautan. Selain itu berakhirnya musim hujan juga dikenali dari kemunculan cacing sibe yang mati karena kering.
Sementara itu, beberapa perubahan jenis tanaman juga menjadi penanda bahwa musim hujan segera tiba, salah satunya adalah pohon kosambi dan pohon kayu putih. Di bulan Oktober biasanya pohon Kosambi mulai muncul daun-daun mulai berwarna merah. Itulah saat nya petani bersiap-siap menyambut musim hujan.

Aksi-aksi Adaptasi
Di bagian ini kita akan melakukan kegiatan-kegiatan adaptasi yang secara garis besar akan dibagi berdasarkan masing-masing sektor yang mencakup pendekatan adaptasi struktural dan non-struktural.

Adaptasi sektor sumber daya air
Bagian ini memberikan beberapa pilihan kegiatan adaptasi terhadap dampak perubahan iklim disektor sumber daya air khususnya air bersih. Berikut beberapa pilihan kegiatan adaptasi yang bisa dilakukan:
• Memanen air dengan membuat pengumpul air hujan di atas permukaan tanah atau bak penampungan air yang memanfaatkan air hujan dari talang di atap rumah.
• Pemerintah juga dapat membantu tiap individu memiliki akses air bersih dengan memberi pinjaman untuk pembelian tangki penyimpanan air. 
• Para petani dapat membangun area penyangga konservasi (area atau bidang yang ditanami dengan rumput lokal, tumbuhan bersemak, dan pepohonan) pada lahan pertanian untuk menghindari pencemaran air, menyaring polutan dan memerangkap sedimen.
• Penamanaman vegetasi tanaman tertentu yang mampu menyimpan air seperti bamboo, trembesi, mahoni, angsana, beringin, asam jasa, dan sebagainya.nh
• Perbaikan manajemen dan pemeliharaan sistem penyediaan air yang ada.
• Perlindungan daerah tangkapan air
• Perbaikan penyediaan air tanah, penampungan air hujan dan desalinasi.
• Penggunaan yang lebih baik dari air yang didaur ulang
• Reformasi kebijakan air termasuk kebijakan harga dan irigasi
• Pengembangan pengendalian banjir dan pengawasan kekeringan.
Pernahkah kamu menghitung berapa liter jumlah air yang kamu gunakan sehari-hari baik untuk keperluan mandi, mencuci, memasak dan keperluan sehari-hari lainnya? Kebutuhan apa yang paling banyak menghabiskan air? Jika jumlah air yang digunakan oleh penduduk dalam satu desa dijumlah, berapa liter dalam satu bulan, satu tahun? Apakah menurutmu selama ini Kamu sudah hemat air atau masih boros dalam mengkonsumsi air?

Adaptasi ekosistem dan lingkungan
Kegiatan adaptasi yang bisa dilakukan akibat dampak perubahan iklim pada ekosistem dan lingkungan antara lain:
• Pemulihan kawasan mangrove dan terumbu karang yang rusak baik karena faktor alam maupun kegiatan manusia. Hal ini bisa dilakukan dengan penanaman vegetasi mangrove yang disesuaikan dengan kondisi lahan kawasan pesisir, atau pencangkokan terumbu karang.
• Rehabilitasi kawasan hutan rusak baik karena penebangan liar maupun akibat kebakaran.
• Mencegah aktifitas penambangan pasir di wilayah pesisir.
• Memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk meninggalkan cara membuka lahan pertanian dengan cara membakar.
• Mengembangkan sistem peringatan dini kebakaran hutan dengan mengintegrasikan pendekatan teknologi dan pendekatan berbasis komunitas.
• Untuk masyarakat yang bermukim di wilayah banjir, pembangunan rumah-rumah panggung 

Coba diskusikan dengan teman-temanmu jenis ancaman bencana apa saja yang terkait perubahan iklim yang sering terjadi di tempat tinggalmu ! Apakah kamu bisa mengenali kapan ancaman bencana itu terjadi dan apa saja tanda-tandanya? Apa yang biasanya kamu lakukan bila terjadi ancaman bencana itu di desamu?

Adaptasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
Pengaruh iklim terhadap wilayah pesisir sangat dirasakan oleh para nelayan, lebih seringnya musim angin besar dan pasang menghambat serta mengurangi aktifitas para nelayan mencari ikan ke laut. Berikut ini beberapa pilihan kegiatan adaptasi untuk ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil. Di dalam dokumen RAN
API 2014 sasaran strategi adaptasi perubahan iklim untuk wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil meliputi:
1. Peningkatan kapasitas kehidupan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil terkait dengan isu perubahan iklim
2. Pengelolaan dan pendayagunaan lingkungan dan ekosistem untuk adaptasi perubahan iklim
3. Penerapan tindakan adaptasi struktural dan non struktural di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang rentan terhadap perubahan iklim
4. Pengintegrasian upaya adaptasi perubahan iklim ke dalam rencana pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
5. Peningkatan sistem pendukung adaptasi perubahan iklim di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil

Di bawah ini beberapa contoh kegiatan adaptasi perubahan iklim di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil baik yang bersifat reaktif maupun proaktif.
• Perlindungan infrastruktur ekonomi seperti pelabuhan, tempat pelelangan ikan.
• Membangun struktur keras, seperti dinding laut yang bertindak sebagai dinding pertahanan untuk mencegah erosi pada dataran tinggi, gelombang badai  atau banjir.
• Membangun zona jarak aman yang menentukan batas aman pemukiman dari pinggir pantai.
• Konservasi dan restorasi terumbu karang, rumput laut, dan vegetasi pinggir pantai seperti hutan bakau karena sistem akar padat hutan ini membantu melindungi pantai dari kenaikan permukaan air laut dan mencegah erosi dari gelombang dan badai. 
 Mengembangkan pertanian pesisir (aquaculture)
 mengembangkan tambak dan jenis ikan yang selama ini dapat berkembang biak di muara sungai ataupun mengkombinasikan dengan sistem pertanian dan peternakan lain
Adakah penduduk di desamu yang bermatapencaharian sebagai nelayan? Jika ya, apakah mereka memiliki kalender musim sendiri untuk menentukan kapan saatnya menangkap ikan? Pada bulan-bulan apa saja biasanya persediaan ikan melimpah dan pada bulan apa saja ikan sangat sulit didapatkan?

Adaptasi sektor Infrastruktur dan permukiman
Sebagaimana dijelaskan di bagian sebelumnya, dampak perubahan iklim terhadap infrastrukur menimbulkan kerugian yang sangat serius. Hal ini terutama untuk wilayah-wilayah yang mengalami banjir, gelombang pasang dan abrasi pantai. Berkilo-kilo meter jalan tiap tahun harus diperbaiki karena rusak oleh genangan air
hujan dan ini berarti harus menghabiskan keuangan Negara. Bukan hanya itu, roda perekonomian juga terpukul karena pasokan barang dan makanan tidak lancar karena truk-truk pengangkut barang terjebak kemacetan berhari-hari seperti yang sering terjadi di jalur pantura Pulau Jawa. Demikian pula longsor, angin kencang
atau puting beliung dan abrasi pantai seringkali menghancurkan rumah-rumah nelayan bahkan bisa menghancurkan infrastruktur vital. Berikut ini beberapa kegiatan adaptasi dibidang infrastruktur dan permukiman:
• Penetapan batas sempadan pantai mengikuti kententuan perlindungan pantai dari erosi atau abrasi dan perlindungan sumberdaya buatan dari badai, banjir, dan bencana alam lainnya dalam hal ini termasuk dan diperburuk oleh kenaikan paras muka air laut.
• Pembuatan sistem drainasi perkotaan yang telah mempertimbangkan volume air untuk mengantisipasi intensitas hujan dan berwawasan lingkungan.
• Pembangunan, operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana pengendalian banjir dan kekeringan, misalnya mengembangkan kolam tampung air dan tanggul pantai
untuk menanggulangi potensi banjir dan rob/gelombang pasang.
• Pengarusutamaan konsep kota dan peran masyarakat yang memiliki daya tahan terhadap dampak perubahan iklim (Climate Change resilience).
• Pembangunan sarana dan prasarana sistem sanitasi dan pengelolaan limbah yang tangguh terhadap perubahan iklim.
• Pembangunan sarana dan prasarana transportasi dengan mempertimbangan risiko oleh perubahan iklim baik jalan, jembatan, perkeretaapian, pelabuhan dan bandara.
• Implementasi pembangunan perkotaan hijau (green cities) dan peningkatan kualitas infrastruktur permukiman di kawasan perkotaan.

Coba perhatikan bangunan rumah penduduk di desa tempat kamu tinggal ! Apakah bangunan yang ada dibuat agar tahan terhadap terpaan angin kencang? Adakah cara atau teknologi tradisional yang diterapkan oleh penduduk di desamu agar bangunan/rumah yang ada tahan terhadap aneka jenis ancaman bencana (banjir,
longsor, angin kencang).

Posting Komentar

0 Komentar